Shalat Tahajud Terakhir Seorang Pecandu Narkoba
-->
Kategori Berita

Label

Iklan

Header Menu

Selasa, 25 Oktober 2016

Shalat Tahajud Terakhir Seorang Pecandu Narkoba

KaliandaNews.Com – kisah sedih yang dialami dua orang sahabat fatin dan Amirah, Amirah adalah Sahabat yang sudah dikenal selama 15 tahun ini meninggal akibat overdosis narkoba, namun fatin sangat menyesal karena tidak sempat membantunya untuk berubah di kala dia membutuhkan dukungan dari sahabat baiknya.
Shalat Tahajud Terakhir Seorang Pecandu Narkoba
Ilustrasi (foto: Eberita.org)
Tidak ada kata-kata yang dapat menggambarkan kesedihan yang dilalui oleh Fatin saat ini. Semoga menjadi pelajaran kepada yang lain agar jangan pernah mengabaikan teman yang bermasalah. Sesungguhnya, mereka butuhkan bantuan dan dukungan dari kita.

Fatin sekadar ingin bercerita tentang sahabatnya yang telah meninggal dunia. Sayang, selama 15 tahun bersahabat, Fatin merasa kurang memperhatikan sahabatnya itu hingga meninggal dunia.

" Salam semua, aku tak bermaksud apa-apa. Hanya sekadar berbagi cerita tentang sahabatku yang meninggal dunia."

Nama dia Amirah. Aku dengan dia memang jauh beda gaya hidupnya, bagai langit dengan bumi. Narkoba, rokok, clubbing, pukul orang, memalak, itu sudah seperti bagian hidupnya Amirah. Sementara aku dibesarkan dalam keluarga yang kuat agamanya.

Kami kenal semenjak sekolah menengah pertama. Sampai menengah atas, kami masih satu sekolah. Dia memang sahabatku. Tak tahulah kenapa. Tapi aku merasa dia jujur, tak suka bicara kasar dan biasa saja.

Dia tak pernah berlagak sok jagoan meskipun aku pernah lihat sendiri dia hajar anak lain sampai lembek.

Waktu berumur 21 tahun, aku dapat tawaran kerja yang yang bagus dan aku tinggal mengontrak bersama Amirah. Setiap hari Amirah minum alkohol, merokok. Sholat juga tak pernah, setiap malam dia pergi clubbing.

Aku mulai rasa tak enak, tapi aku tak pernah menegurnya. Mungkin karena dulu kami masih belum mengerti apa-apa. Namun setelah dewasa, dia tetap sama seperti itu. Hal itu membuatku merasa sangat sedih.

Agak lama aku jadi teman satu kontrakan Amirah, sampai aku berumur 25 tahun. Beberapa bulan sebelum Amirah meninggal, dia berbicara dengan aku.

" Wei, jangan jadi macam aku. Kau, sembahyang jangan tinggal. Narkoba, alkohol, rokok semua ini haram. Kau jangan ungkap aurat. Kau jangan buat semua ini," kata Amirah waktu itu.

Dia berbicara sambil tangannya menggulung uang kertas untuk digunakan menghisap narkoba melalui hidung. Waktu itu, pertama kali air mataku mengalir tak berhenti untuk Amirah. Aku tidak sampai tersedu-sedu, tapi air mata tak berhenti mengalir. Aku tahu Amirah dah kualitasnya. Waktu itu aku pegang tangan dia.

" Sudahlah, pekerjaanmu hebat, berpendidikan. Kau berhenti sudah dengan benda ini. Tolong stop semua ini sekali dan selamanya," kataku kepada Amirah.

Mendengar kata-kataku itu, Amirah hanya 'nyengir' dan memegang pipiku.

" 4 tahun sudah kita duduk serumah, 15 tahun sudah kita kenal. Kenapa baru sekarang kau tegur? Kau ingin masuk surga seorang diri saja?," kata Amirah sambil tertawa.

Setelah itu dia tidur, lama. Keesokkan harinya Amirah tak pergi kerja dan aku tengok dia masih tertidur di atas meja dapur.

Sepanjang hari itu aku kerja tidak tenang. Aku cukup tersentuh dengan kata-kata Amirah 'kenapa baru sekarang kau tegur'. Amirah benar, aku tak pernah ajak dia shalat, tak pernah halangi dia ambil barang haram itu atau siapkan heels untuk pergi clubbing.

Aku malah terapkan sikap tak mau mencampuri urusan teman dan tanpa sadar aku telah menjadi sahabat yang tidak baik. Aku hanya ingin masuk surga seorang diri.

Beberapa hari kemudian, aku memberanikan diri untuk mengajak Amirah sholat, menjauhi rokokdan minum bir serta menghisap narkoba. Awalnya dia hanya tersenyum saja dan masuk kamar kemudian memutar lagu kesukaannya.

Namun aku tidak berputus asa. Hampir setiap hari aku ajak dia, tapi, seperti biasa, dia mengelak saja. Tiga hari sebelum meninggal, Amirah bersedia aku ajak sholat Isya dan malamnya sholat Tahajjud.

Malam itu, kami benar-benar sholat Tahajjud. Namun karena dia tak tahu sholat, dia ikut saja gerakanku. Saat sujud akhir, lama sekali Amirah sujud. Aku tak tahan mengantuk, jadi aku tidur dulu sebab aku sudah tunggu hingga hampir satu jam, Amirah belum juga bangun dari sujudnya.

Keesokan harinya, Amirah sudah keluar kamarnya. Dia tampak gembira hari itu. Segalanya terlihat normal. Sayang, Amirah tak sholat. Dia masih merokok dan minum bir petang itu. Aku sangat marah melihat itu. Aku ambil botol bir dari tangannya dan aku banting keras ke kulkas.

Petang itu aku marahi Amirah habis-habisan. Tetapi satu kalimat yang aku ingat dari Amirah petang itu setelah dia meninggal, " Lambat sekali kalau kau perhatian sampai seperti ini, babe. Aku tak kuat kalau hanya seorang diri."

Paginya, Amirah tak keluar kamar sementara aku pergi kerja seperti biasa. Tepat jam 7 petang, aku pulang kerja dan melihat Amirah tertidur di sofa.

Tapi saat aku perhatikan, wajahnya sangat pucat dan mulutnya keluar busa. Sementara di atas meja penuh dengan 'barang-barangnya'. Aku bingung, menangis, dan menjerit minta tolong. Aku tahu bahwa sahabatku itu telah tiada.

Aku benar-benar sedih, menyesal, merasa kehilangan dan marah kepada diriku sendiri. Kenapaaku begitu egois ingin masuk surga sendiri? Kenapa baru beberapa hari yang lalu aku menegurnya?

Sepanjang perjalanan pulang kampung, aku berulang kali teringat kata-kata Amirah, 'Lambat sekali kalau kau perhatian sampai seperti ini, babe. Aku tak kuat kalau hanya seorang diri'.

Ini satu pelajaran, kalau sayang kawan jangan jadi seperti aku dan jangan anggap remeh masalah kawan. Juga jangan lari menjauh dari kawan yang kehidupannya parah. Mereka butuhkan kita, mereka benar-benar ingin kita ada. (Sumber: eberita.org / Ryd)