Terkait Surat Almaidah ayat 51, Buni Yani akui salah transkrip ucapan Ahok
-->
Kategori Berita

Label

Iklan

Header Menu

Jumat, 04 November 2016

Terkait Surat Almaidah ayat 51, Buni Yani akui salah transkrip ucapan Ahok

Buni Yani | Foto: ist
Kaliandanews.com - Demo massa 4 November ini tak terlepas dari postingan tulisan Buni Yani di Facebook saat mengunggah video Ahok soal Surat Al Maidah ayat 51. Buni Yani sendiri sebenarnya sudah mengakui bahwa dirinya salah mengutip ucapan Ahok. Bagaimana ceritanya?

Dilansir dari detik.com, masalah ini berawal saat Buni Yani memposting video Ahok yang tengah berbicara di hadapan warga di Kepulauan Seribu. Di postingan video itu, dia juga memasukkan tulisan bernada provokatif. Begini tulisan Buni Yani di video yang diunggahnya tersebut:

"Penistaan terhadap agama?

"Bapak-ibu (pemilih muslim)...dibohongi Surat Al Maidah"...(dan) masuk neraka (juga bapak-ibu) dibodohi,"

"Kelihatannya akan terjadi sesuatu yang kurang baik dengan video ini."

Demikianlah postingan tulisan Buni Yani yang diunggahnya ke Facebook pada Kamis (6/10/2016) lalu. Postingan video dan tulisan Buni Yani itu pun langsung viral. Terjadi pro dan kontra di kolom komentar postingannya itu.

Banyak umat Islam yang emosinya tersulut setelah melihat postingan Buni Yani itu. Postingan itu pun jadi viral karena dishare netizen ke berbagai media sosial lainnya.

Namun saat itu, sejumlah orang juga memprotes keras Buni Yani. Mereka keberatan karena menilai Buni Yani 'memelintir' ucapan Ahok. Tulisan Buni Yani di Facebook itu tidak sesuai dengan ucapan Ahok, apalagi videonya tidak dimuat utuh.

detikcom sendiri telah melihat video Ahok di Kepulauan Seribu saat bicara soal Surat Al Maidah ayat 51 itu secara utuh. Di video itu, Ahok memang tidak ada menyebut 'dibohongi Surat Al Maidah', namun 'dibohongi pakai Surat Al Maidah'.

"Jadi enggak usah pikiran 'Ah nanti kalau enggak kepilih pasti Ahok programnya bubar'. Enggak, saya sampai Oktober 2017. Jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya. Karena Dibohongin pakai surat Al Maidah 51 macem-macem gitu lho (orang-orang tertawa-red). Itu hak bapak ibu, ya. Jadi kalau bapak ibu perasaan enggak bisa pilih nih, saya takut masuk neraka dibodohin gitu ya, enggak apa-apa, karena ini kan panggilan pribadi bapak ibu. Program ini jalan saja. Jadi bapak ibu enggak usah merasa enggak enak. Dalam nuraninya enggak bisa pilih Ahok, enggak suka sama Ahok nih," demikian petikan ucapan Ahok saat itu.

Di acara Indonesia Lawyers Club TVOne pada Selasa (11/10) lalu, Buni Yani sudah bicara soal awal mula dirinya memposting video Ahok dan juga tulisannya di video itu.

Di acara tersebut Buni Yani mengisahkan, saat pulang ke rumah dan hendak mandi pada Kamis (5/10), dirinya membuka Facebook. Di timeline-nya muncul tautan dari akun Media NKRI soal video Ahok di Kepulauan Seribu. Di video itu ada tulisan pengantar 'Ahok mengatakan ada kebohongan pada Al Maidah Ayat 51, bagaimana menurut Anda?'

"kemudian tertarik saya dengan pengantar ini. Lalu saya coba klik video tersebut, setelah saya klik memang betul. Itu luar biasa menarik. saya berulang-ulang dengar rupanya ada sesuatu yang sangat sensitif yang dikatakan oleh sumber tersebut dan yang mengatakannya adalah pejabat tersebut (Ahok). Sebagai seorang wartawan dan peneliti media, ini kelihatannya saya harus share ke orang bahwa ada lho seorang pejabat publik yang kita gaji, kita ongkosi program-programnya kemudian dia menyinggung sesuatu yang kelihatannya kurang...dalam pandangan saya mestinya tidak dikatakan karena sensitif," kata Buni Yani.

Meski menyatakan telah mendengar rekaman video Ahok berulang-ulang, Buni Yani mengakui bahwa dirinya salah mentranskrip ucapan Ahok. Dia mengakui Ahok memang tidak ada menyebut 'dibohongi Surat Al Maidah', namun 'dibohongi pakai Surat Al Maidah'.

"Jadi karena saya tidak menggunakan earphone jadi itu enggak ketranskrip. Tapi tadi saya lihat memang ada kata pakai, saya mengakui kesalahan saya sekarang," ucap Buni Yani.

"Tetapi, meskipun saya mengakui kesalahan saya persoalan kata pakai, secara semantik bahwa tetap di sana ada unsur sensitif yang mestinya tak diucapkan oleh pejabat publik," imbuhnya. (**/Kld)