Pengepul Rongsokan: Mobil Alhamdulillah punya walaupun cuma 3
-->
Kategori Berita

Label

Iklan

Header Menu

Selasa, 31 Januari 2017

Pengepul Rongsokan: Mobil Alhamdulillah punya walaupun cuma 3

Bisnis rongsokan
Foto: merdeka.com
Kaliandanews.com - Bisnis pengepul rongsokan terkadang dipandang sebelah mata. Kumuh, jorok, dekil selalu melekat abadi pada mereka yang menggeluti bisnis ini, tapi siapa sangka bisnis "jorok" tersebut bisa mendatangkan pundi-pundi yang melimpah bahkan keberadaan mereka sangat penting untuk menjaga bumi dari sampah plastik yang sulit di urai tanah. Mereka adalah garda terdepan dalam proses daur ulang sampah.

Berikut kami sajikan sedikit kisah dari para pengepul yang dilansir dari merdeka.com, mudah-mudahan menjadi inspirasi anda untuk terjun dalam bisnis ini.
Foto: merdeka.com
Dari luar lapak milik Nanda (38) tampak kumuh. Berkarung-karung botol plastik bekas tertumpuk di salah satu sudut. Inilah bisnis yang selalu dicap fakir tetapi sebenarnya tajir. Pengepul barang rongsokan.

Nanda sudah 9 tahun menggeluti bisnis rongsokan khusus botol plastik bekas. Dari usaha ini, Nanda sudah memiliki dua mobil bak terbuka dan satu mobil untuk keperluan pribadi.

"Ya kadang memang usaha begini dipandang sebelah mata. Kesannya gembel, kumuh, miskin tetapi sebenarnya gak juga. Bos-bos pengepul itu kaya-kaya. Saya sih belum ada apa-apanya," ujar Bapak dua anak ini kepada merdeka.com di lapaknya di Tajurhalang, Bogor, Senin (30/1) kemarin.

Lapak seluas 350 meter persegi dia sewa seharga Rp 5 juta pertahun. Di tanah lapang itu, Nanda mengumpulkan limbah plastik. 6 Pegawainya membantu pria kelahiran Semarang, Jawa Tengah ini setiap harinya.

Di salah satu sudut lapak Nanda membuat bedeng berukuran 2 kali 3 meter beralas triplek. Dua buah kasur busa ditumpuk dalam bedeng. Sebuah kamar mandi lengkap dengan toilet juga tersedia di lapak itu. Kesan kumuh dan gembel memang tidak sepenuhnya salah.

Seng setinggi 2 meter dan bambu menjadi benteng keliling tempat usaha ini. Beberapa burung menjerit dari dalam sangkar yang tergantung di atap bedeng. Nanda juga memelihara beberapa ayam kampung yang dia lepas liarkan di area lapak.

Bisnis yang dilakoni Nanda sebenarnya sederhana. Dia membeli botol plastik bekas dari pengepul. Satu kilo botol plastik dia beli Rp 4500. Botol-botol dalam karung itu lalu dia pres dengan alat khusus sehingga bentuknya menjadi kotak dan ringkas. Begitu hasil pres sudah menggunung, dia menelepon perusahaan daur ulang botol. Satu truk besar pun datang menjemput.

"Rata-rata dua hari sekali jual. Sekali jual 3 Ton. Saya ibaratnya cuma beli botol bekas dari pengepul lalu dipres. Terus saya jual lagi ke pabrik," ujar Nanda.

Menurut Nanda, dia mengambil untung minimal Rp 500 perak per kilogram. Jadi dia beli satu kilo botol plastik seharga Rp 4500 setelah dipres, dia jual ke pabrik minimal seharga Rp 5000.

"Untungnya memang dikit, tetapi kalau dikali 3000 kan lumayan," ujarnya.

Bisnis pengepul barang rongsokan seperti plastik, besi, kaleng dan sejenisnya memang menjanjikan untung besar. Namun usaha ini sering kali dipandang sebelah mata.

"Gak papa dibilang bos pemulung. Yang penting punya uang," ujarnya.

Menurut Nanda, awal tahun 2009 lalu, dia memutuskan untuk terjun di bisnis ini. Nanda tadinya menyewa tanah kosong di daerah Salabenda Bogor. Dia membeli barang-barang bekas dari para pemulung. Barang-barang bekas itu lalu dia pilah-pilah.

"Kalau botol plastik air mineral seharga Rp 4000 dibeli dari pengemis. Nah pengepul jual lagi ke pengepres Rp 4500. Untung Rp 500 perak. Tapi sekali lagi kalau dikali ribuan kan lumayan," ujarnya.

Dari usaha jadi pengepul, Nanda lalu membeli alat pres seharga Rp 54 juta dan Rp 46 juta. "Yang Rp 54 juta ukurannya besar. Selain itu beli alat listriknya Rp 36 juta. Setelah itu saya pilih jadi pengepres," ujarnya.

Bisnis barang bekas menurut Nanda sangat menjanjikan. Selain risiko yang minim, bisnis ini tidak mengenal musim. Cuaca apa pun limbah plastik tetap melimpah ruah.

Nanda tidak mau memberitahu berapa omzet perbulannya. Namun dari kalkulasi di atas, dua hari sekali Nanda mendapat omzet Rp 1,5 juta. Itu belum dibagi untuk bayar anak buah dan listrik. Angka Rp 1,5 juta itu minimal. Nanda bercerita seringnya dia menjual di tas 3 Ton per dua hari.

"Kalau soal dapat berapa mah malu disebutin. Tapi bisa dilihat hasilnya saja. Dua anak sekolah di SMA. Mobil Alhamdulillah punya walaupun cuma 3. Karyawan juga bisa makan," kata Nanda berseloroh.

Kisah sukses lain bisnis barang bekas juga diceritakan Wahab. Lelaki 45 tahun asal Boyolali ini sudah 15 tahun jadi bos barang bekas. Kini dia tinggal menikmati hasilnya. Tanah sawah yang luas di kampung, rumah mentereng di Bogor jadi bukti pekerjaannya tidak sekumuh kenyataannya.

"Ya lumayan lah mas. Bisa nyekolahin anak yang penting. Bisnis rongsokan begini kan kadang dianggap hina, tetapi sebenarnya ada duitnya. Cuma sebagian orang mungkin ngeliat kita ini jijik," ujar Wahab yang mengenakan celana pendek dan kaos lusuh ini.
Foto: merdeka.com
Wahab bercerita, dua anak buahnya kini juga jadi pengusaha barang bekas yang sukses. Satu mendirikan lapak di kawasan Dramaga Bogor dan satu lagi di kawasan Parung. Ketika lebaran keduanya sowan ke rumah Wahab.

"Saya senang lihat mereka sukses. Dulu saya ajarin bisnis rongsok, hasilnya Alhamdulillah bisa dilihat sendiri. Kalau ke sini mereka bawa mobil pribadi semua. Padahal cuma lulusan SMP. Lulusan SMP sekarang kerja apa mas," ujar Wahab.

Nanda dan Wahab tidak segan untuk berbagi pengalaman dan ilmu dalam bisnis rongsokan ini. Asalkan tahan malu, tahan bau dan tekun semua orang bisa sukses di jalur ini.

"Jangan malu. Nek malu susah. Ditanya orang, bilang saja, bos rongsok. Gak usah malu. Bos rongsokan itu duit di tasnya (tas yang dilingkarkan di perut) sehari bisa belasan bahkan puluhan juta kok," kata Wahab.

Dalam dua hari, Wahab bisa mengeluarkan uang tunai Rp Rp 16 juta untuk membayar barang bekas yang dijual pemulung dan gaji pegawai. Dari Rp 16 juta yang dia keluarkan nantinya bisa jadi Rp 20-25 juta.

"Kalau mau buka bisnis ginian, cari lahan dulu. Sewa dulu saja. Izin tetangga kanan kiri. Kalau sudah nemu lahan tinggal cari pemulung. Kasih harga agak tinggi, pasti banyak (pemulung) yang mau jual ke kita. Kunci pertama ya tadi, jangan malu," imbuhnya. (*)