Komisi II DPRD Lampung Bidik Dugaan Reklamasi Ilegal PT. DBP di Bakauheni
-->
Kategori Berita

Label

Iklan

Header Menu

Senin, 18 Mei 2020

Komisi II DPRD Lampung Bidik Dugaan Reklamasi Ilegal PT. DBP di Bakauheni


KALIANDA, KALIANDANEWS - Ketua Komisi II DPRD Lampung Wahrul Fauzi Silalahi mulai membidik Terkait adanya dugaan eksploitasi hutan bakau (Mangrove) dan Reklamasi Ilegal yang dilakukan PT. Dataran Bahuga Permai (DBP) di Kecamatan Bakauheni.

Ketua DPD Nasdem Lampung Selatan ini juga meminta Pemkab Lamsel harus tetap konsisten terkait penutupan kegiatan tersebut. Musababnya, Group perusahaan PT. Tri Patria Bahuga (TPB) itu ditenggarai sedang melakukam pembangunan pelabuhan tanpa memiliki izin lingkungan dan dokumen lingkungan serta tidak memiliki izin reklamasi dan izin pengelolaan ruang laut.

Bahkan, dugaan pelanggaran lainnya, perusahaan tersebut melakukan aktivitas penebangan pohon mangrove sepanjang 500 meter yang merupakan ekosistem pesisir dan benteng terakhir perlindungan daratan dari ancaman abrasi pantai dan tsunami.

Kendati demikian, Pengacara Rakyat ini mengaku belum melihat laporan resmi atas kasus tersebut dari masyarakat di sekitar hutan bakau. Karenanya ia sangat menunggu laporan resmi tersebut agar wakil rakyat di parlemen bisa mendorong penuntasannya.

"Sejauh ini belum ada laporan tertulisnya, maka kami tunggu laporan dari masyarakat. Tetapi terkait itu kalau saya lihat info dari teman-teman, telepon dari teman-teman juga masyarakat bahwa kegiatan itu tidak dibenarkan," ujar WFS sapaan akrab dari Wahrul Fauzi Silalahi, Minggu (17/05/2020).

Ketua DPD NasDem Lamsel ini pun menegaskan agar pemerintah daerah yang menutup aktifitas illegal itu harus konsisten. Jangan hanya menutup karena dekat lebaran, nanti kata dia setelah diisi orang perusahaan kemudian dibuka lagi.

"Nah kita nggak mau yang seperti itu. Jadi Dinas terkait harus konsisten, harus istiqamah. Kalau betul tidak memenuhi unsur tidak memenuhi syarat perizinannya itu harus di tutup. Dan harus kita lawan, nggak benar itu merusak lingkungan, merusak alam dan merusak ekosistem yang ada," tegas Wahrul.

Karenanya, WFS begitu panggilan bekennya menunggu laporan baik dari masyarakat maupun laporan dari aktifis lingkungan terkait dugaan pelanggaran oleh perusahaan pertamabangan itu. "Kami tunggu laporannya di komisi II," tandasnya.

Selain WFS, sebelumnya tindakan yang dilakukan PT. DBP di Bakauheni juga mendapat komentar dari Direktur Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Lampung, Irfan Tri Musri.

Melalui press release yang dikeluarkan Sabtu (15/05), dengan tegas dia meminta kepada Pemkab Lamsel dan Pemprov Lampung melalui Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) bersama aparat penegak hukum yakni kepolisian, harus segera melakukan penyelidikan dalam rangka penegakan hukum atas kasus ini.

Sebab menurutnya, hal tersebut diduga keras telah melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 109.

Kemudian dugaan pelanggaran selanjutnya yaitu pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007  Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil disebutkan dalam Pasal 73 Ayat (1) huruf (b) dan Pasal 75 serta Pasal 75A.

Lalu, dugaan pelanggaran selanjutnya ialah pelanggaran terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang apabila memang lokasi tersebut direncanakan untuk pembangunan pelabuhan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 69 Ayat (1).

"Karena rencana lokasi pembangunan tersebut diduga berada di dalam Kawasan Pemanfaatan Umum Sub Zona  Demersal & Pelagis dengan kode Zona KPU-PT sebagaimana yang telah ditetapkan di dalam Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan PUlau-Pulau Kecil (RZWP3K),. Sedangkan untuk peruntukan lokasi pembangunan  pelabuhan tidak dibenarkan di wilayah itu karena lokasi pembangunan pelabuhan dalam RZWP3K diatur dalam Zonasi Kawasan Pemanfaatan umum – Pelabuhan (KPU-PL)," terangnya.

Masih kata Irfan, perlu dipastikan juga apakah mangrove yang ditebang tersebut berada di dalam Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil sebagaimana diatur dalam Perda RZWP3K Provinsi Lampung.

"Karena sampai dengan saat ini provinsi lampung masih minim hutan mangrove sebagai ekosistem pesisir dan pelindung wilayah daratan dari ancaman abrasi dan bencana tsunami," tuturnya.

Jadi menurutnya, terkait dengan kasus dugaan pelanggaran serius yang dilakukan oleh korporasi, pelanggaran yang dilakukan tersebut bukan hanya menabrak satu Peraturan Perundang-Undangan yang ada, namun ada berapa Peraturan Perundangan-Undangan yang dilanggar.

"Oleh sebab itu pemerintah dan aparat penegak hukum harus serius dan segera melakukan penyelidikan terhadap kasus ini demi kepentingan kelestarian lingkungan hidup dan kehidupan masyarakat," pungkasnya.

Diketahui sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan, melalui tim Pengamanan dan Penertiban Perizinan telah menutup sementara aktifitas Reklamasi ilegal dari PT. DBP, lantaran kegiatan tersebut tak ada satupun sehelai dokumen resminya. (Red)