(Opini) Jangan Sampai Ombak di Hadang, Batu di Tambang, Bencana Datang
-->
Kategori Berita

Label

Iklan

Header Menu

Senin, 25 Juli 2022

(Opini) Jangan Sampai Ombak di Hadang, Batu di Tambang, Bencana Datang

 

Ilustrasi (ist)


Penulis Yunizar Adha


Assalamualaikum Wr. Wb


KALIANDA - Diawal ketikan ini saya akan coba ulas terlebih dahulu bencana tsunami tanggal 22 Desember 2018 lalu, yang disebabkan longsornya Gunung Anak Krakatau. Akibatnya, sebanyak 123 orang meninggal dunia, dan meluluhlantakkan rumah penduduk serta sarana dan prasarana lainnya. Dipastikan tragedi itu, menyisakan trauma yang mendalam bagi masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir pantai.


Meski di beberapa titik di Wilayah Pesisir Pantai Rajabasa sudah di bangun Breakwater (tanggul pemecah ombak’red), tetap saja tak mampu menahan sapuan ombak tsunami pada waktu itu.  Bahkan, tanggul tersebut juga mengalami kerusakan yang cukup signifikan.


Yah, meskipun tidak bisa dipungkiri, kita juga wajib melihat sisi manfaatnya Breakwater tersebut, bisa jadi jika tanggul itu tidak ada, mungkin kerusakan akan lebih parah lagi, dan korban akan makin banyak juga yang meninggal. Jadi, bisa dikatakan setidaknya meminimalisir kerusakan dan korban yang lebih parah lagi.


Atas dasar itu pada tahun 2021 kemarin, kepedulian pemerintah kita melalui Kementerian PUPR, membangun pengaman pantai sepanjang 3,47 km di kawasan pesisir pantai di Kabupaten Lampung Selatan yang sering mengalami abrasi, demi meningkatkan rasa aman sekaligus mengantisipasi musibah tsunami terjadi kembali.


Tepatnya pembangunan Breakwater di Desa Sukaraja tepatnya daerah Kujau sampai Lapangan Merpati sepanjang 2,14 km dengan nilai kontrak sebesar Rp. 70.450.546.100. yang dikerjakan oleh (PT. BASUKI RAHMAT PUTRA) Kemudian, di Desa Maja sepanjang 1,33 km dengan nilai kontrak sebesar Rp. 40.261.703.300. yang dikerjakan (PT. MINA FAJAR ABADI).


Alhamdulillah, sekarang masyarakat bisa merasakan dampak positifnya setelah proyeknya selesai. Kemudian setelah jadi breakwater ini bisa menjadi wahana wisata sehingga meninggkatkan perekonomian masyarakat sekitar.


Nah di tahun 2022 ini, melalui Kementerian PUPR, Pemerintah kembali menggelontorkan dana miliaran rupiah untuk melanjutkan pembangunan Breakwater. Pagu anggaran Rp230 miliar, kembali dilaksanakan pembangunan konstruksi baru sepanjang empat kilometer dan setengah kilometer peningkatan bangunan yang ada.


Dengan rincian, Pantai Muli dengan panjang 2,010 KM dengan nilai pagu anggaran Rp94,30 miliar dan sebagai pelaksana PT Mina Fajar Abadi (MFA), Kemudian Pantai Rajabasa dengan panjang 1,570 KM dengan nilai pagu anggaran sebesar Rp81,6 M dan sebagai pelaksana PT SAC Nusantara (DKI Jakarta).


Terakhir, Pantai Boom dengan panjang 0,662 KM  dan nilai pagu anggaran sebesar Rp35 miliar yang menjadi sebagai pelaksana adalah PT Surya Citra Wira Adi Kencana (Bandar Lampung).


Kita sebagai masyarakat lampung selatan patut bersyukur dan mendukung dengan dibangunnya Breakwater, tentu hal itu setidaknya untuk mengurangi rasa kekhawatiran saudara kita yang berada di daerah pesisir rajabasa, sebagaimana atas bencana tsunami beberapa tahun silam.


Namun tentunya disetiap pembangunan terdapat dampak positif dan negatifnya. Jika di tulisan diatas kita membahas dampak positifnya, maka dibawah ini akan kita bahas dampak negatifnya. Terutama terkait material utama pembangunan Breakwater, yakni Material Batu?. Kabarnya sudah terhembus, bahkan sebelum proyek tersebut dimulai.


Beberapa media ramai membahas tentang Penambangan Batu, ada yang bilang ilegal ada yang bilang legal, ada yang bilang prosesnya tidak sesuai dengan prosedur dan sebagainya. Yah, saya rasa wajarlah, karna memang sudah sebagai tugasnya dari rekan-rekan media sebagai kontrol sosial untuk mengawal bagaimana jalannya proses pembangunan tersebut tidak merugikan masyarakat sekitar.


Karena bisa kita pahami bersama, dengan dilanjutkannya kembali proyek Breakwater tersebut. Kemungkinan kerusakan lingkungan akan kembali terjadi, Ya sebagai contoh kecil, jalanan aspal tertutup tanah dan berlumpur, berdebu dan sebagainya akibat lalulang kendaraan baik saat proses penambangan batu maupun saat proses pengerjaan proyek.


Dampak lingkungan ini bukan tak menjadi sorotan Pemkab Lamsel. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lampung Selatan, Ferry Bastian pun sempat angkat bicara terkait aksi para penambang batu ini.


“Pihak kita belum pernah mengeluarkan
persetujuan dokumen lingkungan  terkait perizinan usaha pertambangan di wilayah daerah setempat Meski kita (Daerah Kabupaten) yang terkena dampaknya langsung, namun pasca terbitnya UU nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan minerba, dimana kewenangan perizinan dan pembinaan usaha pertambangan diambil alih Pemerintahan Provinsi,” kata Ferry, dikutip dari salah satu media, Senin 6 Juni 2022.


Bang Ferry juga tak segan mengingatkan dan berharap agar laporan mereka ke pemprov tersebut sebagai upaya pemkab untuk menjaga hak masyarakat dalam rangka peningkatan mutu hidup dari dampak aktivitas pertambangan dan dapat menjadi bahan evaluasi bagi penerbitan baik izin baru maupun perpanjangan usaha pertambangan yang tidak memiliki komitmen terhadap pelestarian dan dampak lingkungan.


Terbaru Bupati Lampung Selatan H. Nanang Ermanto meninjau langsung pelaksana Pembangunan Pengaman Pantai Kalianda. Dia mengingatkan untuk lebih memperhatikan keamanan, kenyamanan dan keselamatan warga setempat.


“Kami dukung penuh, apalagi program ini sangat bermanfaat bagi masyarakat saya dari potensi ancaman bencana alam. Tapi saya mohon juga, agar keluhan warga dapat ditanggapi dengan positif. Saya yakin masyarakat tentunya sangat mendukung juga program ini,” ujar Nanang di sela-sela inspeksi di sejumlah titik PSN tersebut, Minggu 24 Juli 2022.


Sebagai pelajaran, pada tahun 2016 silam, media ini pernah memberitakan keluhan warga Desa Way Muli dusun I - IV kerap diterpa banjir yang menggenangi rumah mereka saat hujan turun.


Sejumlah warga Desa Way Muli Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan (Lamsel), sudah satu tahun belakangan ini selalu was-was saat hujan turun. Bukan tanpa alasan sejumlah warga tersebut merasa khawatir jika turun hujan, pasalnya rumah warga yang ada di dusun I sampai dengan IV di desa itu kerap diterpa banjir yang menggenangi kediaman mereka saat hujan turun.


Beberapa warga setempat menuturkan, terjadinya banjir yang kerap menerpa kediaman mereka berawal dari mulai beroperasinya dua perusahaan tambang batu didesa tersebut, yakni Wahana Bumi Selatan (WBS) dan Siger Area Zamrud Katulistiwa (SAZK) sejak beberapa tahun lalu.


Piok (52), salah seorang warga dusun I desa tersebut menuturkan, dirinya selalu resah saat hujan turun, sebab rumahnya selalu menjadi langganan banjir. “Saya selalu khawatir, kalo malam malem-malem suka gak bisa tidur kalo hujan, takut ada batu dari ates juga ngegelinding.”ungkap Piok pada 2016 silam.


Berita lengkapnya disini:


 https://www.kaliandanews.com/2016/11/rumah-warga-way-muli-kerap-kebanjiran.html


Berita pada 2016 silam tersebut sebagai pengingat kita akan dampak yang bukan tidak mungkin terjadi kembali. Proses Penambangan Batu pastinya menggunakan alat berat yang digunakan untuk melakukan pengerukan tanah untuk mengambil batu yang ada di dalamnya. Kita semua mengetahui itu kan?


Dilakukan pengerukan tersebut, artinya akan mengganggu teksture tanah, kemudian lingkungan bahkan ekosistem. Telebih penambangan dilakukan didaerah pemukiman  warga dan dibawah kaki gunung rajabasa yang notabanenya berbukit. Telepas penambangan itu ilegal atau tidak, yang pasti dampak negatifnya terhadap warga dan lingkungan harus benar-benar dikaji dengan baik. Belum lagi dampaknya, jalanan aspal berlumur tanah dan berdebu saat panas, karena lalulalang kendaraan proyek. Jangan sampai dampak positif dan negatifnya tidak berbanding lurus.


Diketahui saat itu terdapat beberapa titik Lokasi Pertambangan Batu yakni di daerah KALIANDA BAWAH, WAY MULI dan BATU BALAK.


Mungkin sekian dulu tulisan ini, nanti lain waktu senggang, akan kita kupas lagi lebih mendalam. Tulisan ini bukan sebagai bentuk protes terhadap pembangunan, melainkan hanya untuk mengingatkan akan dampak lingkungan yang bisa merugikan masyarakat. Jika ada hal yang negatif dalam tulisan ini boleh di klarifikasi, kalaupun ada hal positifnya boleh juga di tambahkan.


Jadi Judulnya jangan sampai "OMBAK di HADANG, BATU di TAMBANG, BENCANA DATANG"


Sekian Wassalamualaikum Wr. Wb. Tabik Pun 🙏 (Bersambung)